A. LATAR BELAKANG
Pertambahan jumlah kasus kelainan atau gangguan tumbuh kembang pada anak semakin hari semakin meningkat, hal ini sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang juga tinggi, sebagai konsekuensi dari negara yang masih berkembang. Adanya gangguan tumbuh kembang pada anak tersebut otomatis membutuhkan konsekuensi tersendiri dalam penanganannya, sebagai contohmya adalah dalam hal penanganan pendidikan. Dikarenakan perbedaan kebutuhan tersebut maka anak-anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang ini biasa disebut dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), atau orang awam menyebutnya dengan anak cacat.
Berdasarkan Data Pusdatin Depsos tahun 2008 bahwa jumlah Penyandang Cacat di Indonesia sudah mencapai 1.544.184 jiwa, sementara itu menurut catatan WHO, jumlah penyandang cacat di Indonesia mencapai sekitar 10 persen dari seluruh jumlah penduduk, meningkatnya jumlah penyandang cacat di Indonesia akibat adanya beberapa faktor diantaranya karena faktor bencana alam, perubahan kondisi kesehatan, perubahan gaya hidup, polusi, kekurangan gizi dsb.
Berdasarkan data yang bersumber dari Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan yang telah mengadakan ekspos data penyandang cacat klasifikasi ICF bekerjasama dengan PT. Surveyor Indonesia (Persero) yang dirilis pada tanggal 16 Februari 2009, menyebutkan bahwa : berdasarkan survey Data Penyandang Cacat yang diperoleh dari 9 Provinsi yaitu Provinsi Jambi, Bengkulu, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Jawa Barat, setelah sebelumnya pada tahun 2007 telah diadakan kegiatan serupa di 5 Provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI.Yogyakarta dan Jawa Timur.
Berdasarkan hasil pendataan/survey jumlah penyandang cacat pada 9 provinsi tersebut sebanyak 299.203 jiwa dan 10,5% (31.327 jiwa) merupakan penyandang cacat berat yang mengalami hambatan dalam kegiatan sehari-hari (activity daily living/ADL). Sekitar 67,33% penyandang cacat dewasa tidak mempunyai keterampilan dan pekerjaan. Jenis keterampilan utama penyandang cacat adalah pijat, pertukangan, petani, buruh dan jasa. Jumlah penyandang cacat laki-laki lebih banyak dari perempuan sebesar 57,96%. Jumlah penyandang cacat tertinggi ada di Provinsi Jawa Barat (50,90%) dan terendah ada di Provinsi Gorontalo (1,65%). Dari kelompok umur, usia 18-60 tahun menempati posisi tertinggi. Kecacatan yang paling banyak dialami adalah cacat kaki (21,86%), mental retardasi (15,41%) dan bicara (13,08%).
Salah satu kasus kecacatan yang sedang gencar dibicarakan masyarakat dunia pada hampir 10 tahun terakhir ini adalah autis. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi, gejalanya mulai nampak sebelum anak berusia 3 tahun, bahkan pada autistik infantil, gejalanya sudah ada sejak lahir. Dan hingga saat ini masih belum diketahui penyebabnya secara pasti. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik. Sementara ini layanan pendidikan untuk anak autistik di Indonesia lebih cenderung dimasukkan ke pendidikan anak keterbelakangan mental/tunagrahita,walau sebenarnya anak autistik memerlukan pendidikan spesifik.
Jumlah anak penyandang autis makin bertambah di beberapa Negara, seperti di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 di-simpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia. Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 – 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalensi autisme 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisma meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autis. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 – 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat.
Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta lebih, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang autis, namun diperkirakan jumlah anak austima dapat mencapai 200 ribu orang. Belum termasuk anak-anak dengan kelainan/kecacatan yang lainnya, seperti : Mental Retardasi, Cerebral Palsy, Down Syndrome, ADD, Tuna Netra, Tuna Rungu, dan kondisi-kondisi yang lain. Apalagi kita tahu bahwa jumlah kelahiran di Indonesia masih relative tinggi, dan faktor-faktor pemicu gangguan tumbuh kembang juga lebih banyak. Maka dapat diperkirakan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia lebih banyak daripada negara-negara tersebut di atas.
Beberapa penelitian yang dilakukan pada siswa Sekolah Dasar dan Menengah dari beberapa Negara bagian di USA, menunjukkan sekitar 9 % dari seluruh siswa tersebut diidentifikasi mengalami hambatan perkembangan belajar. Di Indonesia kasus ini jumlahnya lebih banyak, yaitu sekitar 10 – 15 % dari seluruh siswa SD dan SMP (Depdiknas, Badan
Penelitian dan Pengembangan, 2003). Pada waktu itu, hambatan perkembangan belajar masih kurang dipahami dan banyak diperdebatkan, karena dianggap sebagai kondisi ketidakmampuan fisik dan lingkungan yang mempengaruhi siswa. Hambatan perkembangan belajar bukan suatu hambatan tunggal, tetapi merupakan kategori umum dari pendidikan khusus yang terdiri dari hambatan dalam beberapa dari tujuh bidang khusus ini, yaitu:
1. bahasa reseptif (memaknai apa yang didengar)
2. bahasa ekspresif (bicara)
3. keterampilan dasar membaca
4. memahami bacaan
5. ekspresi tulisan
6. hitungan matematik
7. berpikir matematik.
Bentuk lainnya dari hambatan ini yang sering terjadi antara lain kurangnya keterampilan sosial dan gangguan emosi atau perilaku seperti hambatan pemusatan perhatian (ADD/Attention Deficit Disorder). Hambatan perkembangan belajar tidak sama dengan ketidakmampuan membaca atau disleksia meskipun ini sering disalah artikan seperti itu. Tetapi apabila kita kaji lebih jauh, sebenarnya sangat banyak informasi yang ada berkenaan dengan hambatan perkembangan belajar tersebut, berhubungan dengan kesulitan membaca, dan banyak anak-anak dengan kesulitan belajar yang kekurangan utamanya dalam membaca. Suatu bagian yang penting dari definisi hambatan perkembangan belajar menurut the IDEA (the Individuals with Disabilities Education Act) adalah bukan termasuk atau tidak dapat dihubungkan terutama dengan tunagrahita (Mentally Retarded), gangguan emosi dan perilaku (tunalaras), perbedaan budaya, atau kondisi lingkungan atau ekonomi yang tidak menguntungkan. Dalam hal ini, konsep hambatan perkembangan belajar itu fokus pada ketidaksesuaian antara prestasi akademik seorang anak dengan kemampuan dia yang kelihatan dan aktivitasnya dalam belajar. Diperjelas oleh hasil penelitian Zigmond (2003: 72), bahwa “hambatan ini merupakan refleksi masalah belajar yang tidak terduga dalam suatu kemampuan anak yang nampak.” Jadi masalah yang berhubungan dengan hambatan perkembangan belajar pada umumnya meliputi validitas yang diperkirakan akan terjadi, kesulitan dalam identifikasi dan pembelajaran pada anak hambatan perkembangan belajar, melakukan identifikasi, klasifikasi, pelaksanaan intervensi dan membedakan jenis-jenis hambatan belajar (seperti: hambatan membaca, menulis, dan matematik) yang berhubungan dengan masalah hambatan atensi (pemusatan perhatian) dan keterampilan sosial. Dengan kondisi seperti ini, maka implikasinya bagi persiapan guru dan kebijakan sekolah dalam melayani anak-anak tersebut menjadi tidak optimal.
B. KLASIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan baik permanen maupun temporer untuk mendapatkan penyesuaian pelayanan pendidikan. Kebutuhan permanen kebanyakan diakibatkan oleh kelainan yang disandang, antara lain:
1. Tunanetra
Adalah mereka yang mengalami gangguan daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, yang membutuhkan penyesuaian pelayanan pendidikan. (6/6 to 6/18 =Normal, 6/18 to 3/60=Low Vision/Limited vision, 3/60 to 1/60=Very limited vision/socially blind, less than 1/60=practically blind)
Field of vision: 10 or less on the best eye, is usually characterized as blindness".
2. Tunarungu
Adalah mereka yang mengalami kehilangan kemampuan pendengaran menyeluruh atau sebagian,
Ada dua kelompok tunarungu yaitu:
a) Kurang dengar, yaitu mereka yang kehilangan pendengaran kurang dari 90 dB.
b) Tuli, yaitu mereka yang kehilangan pendengaran di atas 90 dB.
3. Tunagrahita
Adalah mereka yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental disertai ketidakmampuan untuk belajar dan menyesuaikan diri.
C Tunagrahita Ringan (IQ = 50 - 70)
C1 Tunagrahita Sedang (IQ = 25 - 50)
C2 Tunagrahita Berat (IQ < 25)
4. Tunawicara
Adalah mereka yang mengalami gangguan dalam berbicara diakibatkan oleh kelaianan/kerusakan pada organ bicara.
5. Tunadaksa
Adalah mereka yang memiliki kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, otot, sendi, dan pada sisstem saraf pusat) sehingga membutuhkan penyesuaian layanan Pendidikan
6. Tunalaras
Adalah mereka yang mengalami gangguan emosi dan perilaku sehingga mengalami kesulitan dalam bertingkah laku dan membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan.
7. Anak berbakat
Adalah anak yang memiliki kecerdasan dan kemampuan luar biasa dan atau bakat istimewa, (giffted): potensi kecerdasan istimewa (IQ>125) talented: Potensi bakat istimewa (multiple Intelegensys language, Lagico, Mathematic, Visuo Spatial Bodly, Khineshtetic Intrapersonal, Musical, Natural, Spiritual.
8. Tunaganda
Adalah mereka yang memiliki dua atau lebih kelainan, sehingga membutuhkan penyesuaian layanan Pendidikan.
9. Anak Berkesulitan/Hambatan Belajar
Adalah anak yang mengalami berbagai hambatan dalam melakukan pembelajaran seperti membaca, menulis dan berhitung (Hyperactive, ADD/ADHD, Dyslexia/ baca, Dysphxia/ bicara, Dyspraxia/ motorik).
10. Anak Autisme
Adalah anak yang mengalami hambatan dalam proses interaksi sosial, komunikasi, perilaku, dan bahasa.
11. Anak dengan gangguan Konsentrasi dan Perhatian
Adalah anak yang tidak mampu memusatkan perhatian pada objek tertentu
12. Lambat Belajar (IQ 70-90)
13. Korban Penyalahgunaan Narkoba/HIV/AIDS
14. INDIGO (Memiliki Indra Keenam)
15. Dan sebagainya.
C. IDENTIFIKASI ANAK DENGAN HAMBATAN BELAJAR
Identifikasi (pengenalan) dini pada perkembangan anak merupakan suatu proses yang penting untuk memahami potensi dan kebutuhan mereka. Semakin dini proses ini dilakukan, maka upaya pengembangan potensi anak juga semakin efektif. Identifikasi dini pada masa sekolah sangat menentukan perkembangan anak-anak di masa mendatang. Apabila di usia sekolah itu kita salah dalam memahami dan memperlakukan anak, maka perkembangan anak-anak di usia sekolah menjadi terhambat.
Pandangan dan perlakuan yang salah itu antara lain:
1. masa kanak-kanak dianggap sebagai penembus masa kedewasaan, dimana semua kebutuhan anak ditentukan secara sepihak oleh orang dewasa
2. sifat-sifat moral baik diajarkan, pola berpikir dididik, dan kekayaan budaya ditanamkan dengan model orang dewasa memahaminya
3. anak harus bekerja sebagaimana orang dewasa bekerja
4. keteraturan internal anak didektekan dari luar atau atas kehendak orang dewasa. Dengan pandangan dan perlakuan yang salah terhadap anak mengakibatkan perkembangan anak diatur orang dewasa, kebebasan anak yang sesuai dengan dunianya hilang, kepatuhan dan disiplin anak tercipta karena otoritas orang dewasa, dan anak menjadi objek pendidikan dan pengajaran orang dewasa.
Dengan demikian semakin jelas bahwa irama kerja anak tidak sama dengan irama kerja orang dewasa dan kebutuhan internal pertumbuhan anak menentukan jenis pekerjaan yang dilakukannya, sedangkan orang dewasa bekerja karena alasan-alasan dari luar.
D. STRATEGI PENANGANAN ANAK DENGAN HAMBATAN BELAJAR
Dengan permasalahan tersebut maka kita perlu merubah wacana dalam memahami dan memberdayakan anak. Anak pada awal kehidupannya bagaikan “malam” yang lunak, namun dalam bentuk yang lain sama sekali sehingga hanya bisa dibentuk oleh kepribadiannya sendiri. Anak tidak menyandang tanda-tanda milik orang dewasa yang diperkecil, melainkan di dalam dirinya tumbuh kehidupannya sendiri, dan hanya ia pemiliknya. Setiap saat anak harus selalu tumbuh karena pekerjaan ini merupakan karya cipta manusia yang terbesar sehingga anak membutuhkan orang dewasa untuk hidup, bukan untuk mengatur perkembangan anak dan menjadikan anak menjadi objek pendidikan dan pengajaran.
Berdasarkan berbagai penelitian dari para ahli pendidikan anak, telah ditemukan beberapa keterampilan dasar yang pengembangannya dianggap sangat penting bagi pendidikan anak sekolah, yaitu keterampilan motorik, sensorimotor, dan persepsimotor. Keterampilan dasar ini meliputi: keterampilan-keterampilan visual (pengamatan), auditif (mendengarkan), komunikasi lisan, membaca, dan menulis permulaan, matematika awal, mandiri secara sosial dan emosional, pemahaman posisi dan arah, warna, tekstur, dan waktu. Untuk lebih jelasnya, maka keterampilan dasar tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1.. Pengalaman anak melalui gerakan tubuh dan tangan (sensorimotori)
Penggunaan indera (sensorimotor) tersebut dimaksudkan untuk mencapai integrasi sensori yang baik. Sensori Integrasi (S I) adalah suatu proses neurologis dalam perolehan informasi melalui pancaindera, lalu informasi ini diolah dalam sistem syaraf pusat, dan informasi itu digunakan untuk kelancaran dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari. Jadi sensori integrasi merupakan suatu proses optimasi perkembangan individu yang tidak pernah berakhir, karena semakin banyak anak-anak mengerjakan sesuatu dengan sensorinya secara terpadu, maka mereka akan mencapai kompetensi dan peningkatan integrasi sensorinya secara optimal sehingga anak-anak tersebut akan lebih banyak menguasai dan memperoleh pengalaman baru. Pengalaman baru anak-anak sekolah biasanya diperoleh melalui proses belajar yang berlangsung secara alami, seperti ketika melakukan kegiatan dengan menyentuh dan merasakan, termasuk dengan bergerak dan menggerakkan sesuatu seperti dalam proses “belajar sambil bekerja” (Learning by Doing). Rasa dari sentuhan dan gerakan motorik dalam proses belajar itu diperoleh melalui tiga sistem syaraf dasar seperti berikut ini:
a. Sistem taktile, memberikan pada kita dua jenis informasi yaitu: a) Rasa protektif, yang memperingatkan pada kita untuk melindungi diri dari bahaya yang secara potensial tersentuh oleh kita. b) Rasa diskriminatif, yang menjelaskan bahwa kita sedang menyentuh bentuk, ukuran, dan permukaan dari objek yang kita raba atau menyentuh kita. Jadi kita menerima rasa taktile melalui penerimaan dalam kulit kita.
b. Sistem Vestibuler, yang memberikan informasi pada kita tentang dimana kepala kita dalam hubungannya dengan seluruh bagian tubuh secara utuh, menjelaskan pada kita tentang gerak, keseimbangan, dan kemampuan kita dalam menahan gravitasi bumi, serta pengaturan badan dan otak kita secara efektif dalam aktivitas sehari-hari. Jadi kita menerima rasa vestibuler itu pada bagian telinga dalam kita.
c. Sistem proprioseptif, menjelaskan kepada kita bahwa tanpa menggunakan pengamatan, kita bisa memahami posisi dari bagian tubuh kita. Sistem ini sanga penting untuk perencanaan gerak -- kemampuan untuk menyusun dan melakukan urutan gerakan yang kompleks. Kita menerima rasa proprioseptif melalui otot-otot persendian, dan tulang kita.
Dengan demikian dapat disimpulkan, di rumah dan di sekolah, anak-anak harus berpartisipasi aktif menggunakan tangannya dan seluruh pengalaman sensorimotornya setiap hari. Apabila anak pasif -- seperti memperhatikan anak lain yang sedang bermain atau duduk main game di depan pesawat TV -- tidak akan mendorong anak-anak kita menjadi siswa yang memiliki kemampuan dan rasa percaya diri.
2. Pengalaman anak melalui sensori dan persepsimotor
Sensori dan persepsi merupakan dua istilah yang tidak bisa dipisahkan. Sensori (penginderaan) merupakan suatu proses melihat, mendengar, meraba, merasa, dan mencium sesuatu objek atau informasi yang ada di sekeliling kita, sedangkan persepsi merupakan sensory analysis, yaitu suatu proses pengenalan, pemaknaan, dan intepretasi terhadap objek atau informasi yang ada di sekeliling kita yang diterima melalui penginderaan (sensori).
Latihan sensori merupakan suatu dasar perkembangan manusia, dan melatih sensori itu adalah suatu pekerjaan yang memiliki arti yang penting dalam pendidikan. Selama benda, yang oleh manusia tidak diungkapkan dengan menggunakan pancaindera melalui sensorinya dan tidak dapat dibedakannya, maka berarti tanggapan sesnsori dan pengalaman realita mereka berkurang. Pada material sensori bukan hanya berguna untuk pengembangan keterampilan dasar akademik, melainkan juga untuk menyadarkan kesan yang ada, seperti: kesan itu diingat, diperkuat, ditanggapi, diatur dan dibedakan serta disusun. Dengan demikian, material sensori dapat dijadikan media yang sangat penting untuk membantu pengembangan keterampilan dasar akademik anak-anak.Dengan penggunaan dan pengoperasian material melalui cara menggenggam material yang konkrit, maka anak berhasil mengembangkan pengalaman mentalnya yang meliputi abstraksi benda dan lingkungan.
Persepsi pendengaran merupakan kemampuan anak dalam mengenal dan menginterpretasikan apa yang didengar, meliputi: kemampuan membedakan bunyi, membedakan tinggi rendahnya nada percakapan, bunyi dalam kata, menceriterakan kembali apa yang didengar, dan sebagainya. Persepsi penglihatan merupakan kemampuan anak dalam mengenal dan menginterpretasikan apa yang dilihat, antara lain: kemampuan mengenal suatu obyek dalam ruang, membedakan satu obyek dari yang lainnya, keterampilan menyatukan gambar, model, bentuk, huruf, dan kata-kata yang sama, mengenal bentuk-bentuk geometri, mengenal objek (hewan, alat mainan), mengenal angka, abjad, suku kata, dan kata. Sedangkan persepsi taktile mencakup kemampuan anak-anak dalam mengenal objek dengan perabaan, membedakan permukaan kasar dan halus, menelusuri bentuk geometri, dan persepsi ini diperoleh melalui kulit dan jari-jari.
Adapun persepsi kinestetik merupakan kemampuan dan kesadaran anak pada posisi, yakni membedakan bagian tubuh dan kontraksi otot yang dirasakan oleh tubuh. Persepsi kinestetik ini diperoleh melalui gerakan tubuh dan kontraksi otot. Persepsi penglihatan, pendengaran, taktile dan kinestetik ini penting untuk mendapatkan informasi tentang objek atau pengetahuan yang diperoleh melalui koordinasi persepsi motor, gerakan tubuh, dan hubungan timbal balik di antara persepsi tersebut.
Banyak tugas-tugas sekolah dan aktivitas kehidupan sehari-hari yang membutuhkan kesiapan dan kematangan koordinasi persepsi sensorimotor secara simultan untuk menunjang kesiapan anak dalam belajar membaca, menulis, dan berhitung/matematika. Demikian pula sebaliknya, apabila seorang anak mengalami gangguan koordinasi motorik, integrasi sensorimotor, dan persepsi, maka anak itu dapat diidentifikasi akan mengalami hambatan perkembangan belajar.
E. BAGAIMANA MENGEMBANGKAN SENSORI MOTOR ?
Dalam aktifitas fisik, pergerakan merupakan hal yang utama dan melibatkan lima organ pengindraan sensoris yang saling bekerja sama. Ke lima organ tersebut adalah :
1. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga atau bermain baik bersama teman atau individu setiap hari minimal 30 menit.
2. Pengalaman melakukan aktivitas sensori motor akan meningkatkan keterampilan dan kepercayaan dirinya.
3. Kesalahan adalah bagian dari pembelajaran, sehingga ada baiknya tidak terlalu banyak memberi komentar pada kesalahan yang dibuat. Biarkan ia membuat kesalahan sampai mampu melakukan aktivitas dengan benar. Katakan apa yang perlu dilakukan tapi bukan apa yang tidak boleh dilakukan.
4. Libatkan keluarga dalam membantu anak bermain, terutama bila anak mengalami masalah perilaku dan kesulitan belajar, karena biasanya terdapat juga kesulitan bermain dengan teman sebayanya.
5. Jadikan aktivitas fisik menjadi rutinitas sehari-hari. Bermain adalah kegiatan anak-anak, dengan melakukan permainan yang melibatkan sensori motor akan meningkatkan juga kekuatan, ketahanan dan kelenturan. Ada anak yang memerlukan pemanasan seperti aktivitas fisik sebelum mengikuti pelajaran, sehingga ada baiknya orang tua atau guru dapat menyiapkan kegiatan fisik sebelum anak siap mengikuti kegiatan di dalam kelas.
6. Dalam melakukan aktivitas di dalam atau di luar rumah harus bebas dari benda-benda yang menggangu keselamatan maupun konsentrasi selama bermain di tempat tersebut. Sehingga tidak terjadi over stimulasi dan hiperaktif. Sertakan juga musik agar anak dapat senang dan gembira
7. Diperlukan kreatifitas dalam bermain dengan membuat peraturan yang mudah dan sederhana, dapat dimengerti oleh anak.
F. STRATEGI PEMBELAJARAN ANAK DENGAN HAMBATAN BELAJAR
Di dalam memberikan layanan pendidikan kepada anak-anak yang mengalami hambatan perkembangan belajar, seorang guru tidak dapat bekerja sendiri. Mengingat keterbatasan pada setiap orang. Dengan bekerja sendiri seorang guru tidak dapat memperoleh spektrum pengetahuan dan keterampilan yang luas dan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menangani sendiri. Untuk melakukan diagnosis dan evaluasi dengan tepat suatu kasus ini dibutuhkan pengetahuan yang spesifik, seperti: Neurologi, Okupasi Terapi, Pedagogi, Psikologi, Terapi bicara, Fisioterapi dan lain-lain. Pengetahuan ini dapat diperoleh melalui kerjasama dengan para ahli lainnya. Hambatan perkembangan belajar yang banyak dialami oleh siswa Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah itu disebabkan oleh faktor internal pada diri anak yang tentu saja berimplikasi kepada kesulitan belajar membaca, menulis, dan berhitung. Sehingga dalam memecahkan permasalahan belajar anak seperti ini, kita harus mulai dari kondisi dalam diri (internal) anak seperti persepsi penglihatan, pendengaran, taktile (perabaan), dan motorik-kinestetik (gerakan otot dan tulang), yang merupakan akar dan dasar dari munculnya kesulitan tersebut, bukan diawali dari produk belajarnya yang berupa kesulitan akademis (membaca, menulis, atau matematika). Misal dalam kesulitan menulis, ada dua kemampuan dasar yang diperlukan anak-anak sekolah untuk mengembangkan keterampilan menulisnya, yaitu kemampuan keterampilan tangan dan kemampuan intelektual.
Kemampuan keterampilan tangan, seperti: kemampuan menggerakkan pergelangan tangan secara fleksibel, jari-jari menulis harus dapat memgang pinsil dengan benar, gerakan mencoret harus dapat membuat suatu bentuk dalam satu bidang, sehingga dapat memperlancar gerakan menulis, dan anak harus dapat menggambar sendiri suatu bentuk sampai kemapuan motorik dan penginderaannya berkembang agar mereka mampu membedakan berbagai bentuk.
Sedangkan kemampuan intelektual meliputi: berpikir logis, misalnya: ketepatan artikulasi dalam bicara, perbendaharaan kata cukup dan dapat ditangkap dalam pikirannya, mengenal simbol-simbol huruf dan lafalnya yang sesuai, dan kemampuan menganalisa lafal huruf dalam kata, menyatukan kembali dengan benar lafal-lafal huruf tadi menjadi kata (sintesa).
Adapun kegiatan yang perlu diajarkan mencakup: kegiatan sehari-hari yang menuntut keterampilan koordinasi motorik dan kontrol gerakan otot yang teratur dan terarah, serta menggerakkan pergelangan tangan dengan lentur dan lancar serta melatih kepekaan ujung-ujung jari menulis. Di samping itu juga perlu ditunjang dengan kegiatan tingkat lanjut, seperti: menelusuri bentuk-bentuk geometri dengan menggunakan pinsil dan mengarsir bentuk yang sudah tergambar, mengucapkan lafal-lafal huruf, menelusuri huruf-huruf dari kertas ampelas, menyusun potongan-potongan huruf menjadi kata, dan menuliskan kata yang dibentuknya serta membacakannya untuk orang lain.
Kemampuan dasar lain yang diperlukan untuk pengembangan kemampuan dasar akademik pada siswa SD dan SMP adalah kemampuan sensorimotor (penginderaan). Pada tahap awal yang perlu diajarkan adalah: kemampuan membedakan macam-macam bunyi, kepekaan membedakan macam-macam bunyi dan irama, kepekaan terhadap bunyi-bunyi pada gerakan benda atau manusia, ketajamanan pengamatan dalam membedakan berbagai ukuran, kemampuan membedakan ukuran pada bentuk berdimensi tiga, kemampuan membedakan macam-macam bentuk geometri bidang datar, dan kemampuan membedakan bentuk-bentuk dan lafal-lafal huruf dari ampelas. Jika kemampuan dasar tersebut telah dikuasai, maka bisa dilanjutkan pada pengembangan kemampuan membaca kata yang tidak mengandung sisipan dan akhiran, membaca nama-nama benda yang telah dikenal dengan menyajikan bendanya dalam ukuran kecil (miniatur), dan membaca nama-nama benda yang ada di sekitarnya dari kata yang telah ditulis pada sepotong kertas, serta menulis huruf besar yang disambung dengan huruf kecil juga bisa mulai diperkenalkan. Setelah kemampuan tersebut dikuasai, bisa dilanjutkan membaca kata atau kalimat yang mengandung sisipan dan akhiran, yang meliputi: membaca klasifikasi dari kartu bergambar, membaca kalimat tugas yang ditulis pada sepotong kertas, dan membaca buku bacaan kecil yang memuat gambar dan kalimat-kalimat pendek yang sesuai. Dengan melalui penguasaan kemampuan dasar membaca itu, maka kemampuan anak-anak bisa ditingkatkan kepada kemampuan membaca definisi suatu benda dengan menggunakan kartu bergambar dan kartu kata; serta menganalisis kalimat untuk mencapai pengertian membaca lanjut (total).
oleh: HANDRI WARSONO, AMd.OT. S.Pd.
DAFTAR PUSTAKA :
Aryanti, Lestaria. 2009. Perkembangan Sensori Motor Dalam Proses Belajar. www.kesulitanbelajar.org
Hidayat. 2009. Workshop "Pengenalan & Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) & Strategi Pembelajarannya“ Balikpapan; Tempat Terapi Anak HARAPAN KU.
http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=1013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar